Bismillah.
“Barangsiapa di antara kamu yang mampu
memberikan manfaat kepada saudaranya, maka hendaklah ia bersegera
memberikan manfaat kepadanya,” (Diriwayatkan Muslim dari Jabir ra.)
Salah satunya cara agar kita bermanfaat bagi orang lain adalah dengan membahagiakan orang lain. Karena dengan membahagiakan orang lain, tidak usah kawatir, maka Tuhan akan membahagiakan kita ^^
Bagaimana caranya ??
Pada
dasarnya kita semua memiliki kemampuan memberi manfaat kepada orang
lain. Akan tetapi, seringkali kita tidak memiliki kemauan untuk
memberikannya karena sifat kikir dan egois yang ada pada diri kita.
Sehingga dalam hadits ini, nabi saw. menyerukan agar kita menjadi orang
yang memiliki kemauan untuk memberikan kemanfaatan kepada orang lain dan
bersegera memberikan sesuatu yang berarti bagi orang lain semaksimal
kemampuan yang kita miliki.
Memberikan kemanfaatan adalah ibadah yang patut diprioritaskan seperti yang diterangkan dalam hadits :
”Seandainya
aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi suatu kebutuhan, maka hal
itu lebih aku cintai daripada i’tikaf sebulan di masjidku ini.” (Diriwayatkan Ath-Thabrani dari Ibnu Umar ra.)
Seringkali seseorang merasa enggan untuk memberikan bantuan sepele yang
sedang dibutuhkan oleh seorang muslim. Ia menganggap hal itu adalah
sesuatu yang tidak begitu penting, sehingga ia lebih memprioritaskan
untuk melakukan ibadah tertentu seperti shalat sunnah,
puasa sunnah dan i’tikaf di masjid tertentu. Karenanya, dalam hadits
ini Rasulullah saw. menegaskan bahwa memberikan bantuan kepada seorang
muslim untuk memenuhi hajatnya jauh lebih baik dan lebih besar pahalanya
daripada i’tikaf di masjid Nabawi.
Apabila Nabi saw. telah memilih amalan ini, maka tidak patut bagi kita – sebagai umatnya – memilih dan memprioritaskan amal lain dan meninggalkan amal yang menjadi pilihan beliau.
Apabila Nabi saw. telah memilih amalan ini, maka tidak patut bagi kita – sebagai umatnya – memilih dan memprioritaskan amal lain dan meninggalkan amal yang menjadi pilihan beliau.
Rasulullah saw. bersabda,
”Orang
yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah orang yang paling bermanfaat
bagi orang lain. Amal yang paling dicintai Allah ”Azza wa Jalla adalah
memasukkan kegembiraan ke dalam hati seorang muslim, menghilangkan
kesulitannya, melunasi hutangnya, atau mengusir rasa laparnya.” (HR. Thabrani)
Hadits di atas menjelaskan bentuk-bentuk kemanfaatan yang bisa diberikan seorang muslim kepada orang lain yaitu :
- Memberikan kegembiraan kepada orang yang kesusahan.
Dengan senantiasa tersenyum dan bermanis muka di depannya, memberikan
motivasi ketika sedang mengalami keputusasaan, berempati atas setiap
suka dan duka yang dialaminya, dan mengajaknya bersyukur atas setiap
nikmat yang diberikan kepadanya, dan bersabar atas setiap musibah yang
menimpanya.
- Menghilangkan kesulitan yang sedang mendera hidupnya.
Dukungan secara moril hendaknya diiringi dengan bantuan materi untuk
mengeluarkannya dari berbagai kesulitan yang menghimpitnya, baik bantuan
yang berupa harta, tenaga, pikiran, maupun fasilitas tertentu yang
dibutuhkannya.
- Melunasi hutang orang yang sedang dililit hutang.
Kadang kita tidak hanya berhenti sebatas memberi bantuan materi untuk mengeluarkan seseorang dari kesulitan hidup, tetapi juga harus membebaskannya dari hutang-hutang yang membelitnya. Karena seringkali penyebab kesulitan hidup dan kegelisahan jiwa adalah berhutang. Rasulullah saw. bersabda, ”Janganlah kamu menakut-nakuti jiwa kamu setelah merasakan keamanan.” Para sahabat bertanya, ”Apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, ”Berhutang.” (Matan Silsilah Ahadits Shahihah no. 1305) - Memberi makan orang yang sedang kelaparan.
Mungkin ada yang bertanya, ”Mengapa Rasul saw. menempatkan mengusir rasa
lapar pada urutan terakhir? Apakah hal ini menunjukkan bahwa tindakan
memberi makanan adalah yang paling berat? Padahal kita tahu sekadar
mengusir rasa lapar jauh lebih ringan daripada memberikan bantuan materi
kepada orang yang kesulitan dan melunasi hutang-hutang orang yang
dililit hutang.
Memang, memberi makanan kepada orang yang kelaparan di saat kita kenyang
adalah sesuatu yang biasa dan tidak istimewa. Akan tetapi, berbagi
makanan dengan orang lain di saat kita kelaparan atau memprioritaskan
orang lain daripada diri sendiri yang sedang sangat membutuhkan makanan
adalah sesuatu yang sangat berat. Lagipula tidak semua orang mampu
melakukannya dengan mudah. Karena memberikan makanan kepada orang lain
pada waktu itu bisa menyebabkan kematian kita, atau menjerumuskan kita
pada penderitaan panjang yang tidak berujung.
Sehingga banyak orang merasa berat untuk berbagi makanan dengan orang lain. Yang terjadi adalah mereka lebih mementingkan dirinya dan tidak peduli dengan kesusahan orang lain.
Sehingga banyak orang merasa berat untuk berbagi makanan dengan orang lain. Yang terjadi adalah mereka lebih mementingkan dirinya dan tidak peduli dengan kesusahan orang lain.
Ketika
kita bisa memberikan semua bentuk kemanfaatan di atas kepada orang lain,
maka kita berarti menjadi seorang mukmin sejati. Rasulullah saw.
mengumpamakannya dengan sebatang pohon kurma yang senantiasa memberikan
manfaat kepada manusia dengan segala yang ia miliki seperti diterangkan
dalam hadits :
”Perumpamaan
seorang mukmin adalah seperti sebatang pohon kurma. Apa pun yang kamu
ambil darinya akan memberikan manfaat kepadamu.” (Diriwayatkan Ath-Thabrani dari Ibnu Umar ra.)
Referensi :
1. Yusuf Qardawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian
2. Fakhruddin Nursyam, Syarah Lengkap Arba’in Tarbawiyah
dikutip dari : http://aai.uns.ac.id/?p=318
ijin nge-share....
BalasHapus